ILMUAN ISLAM DI BIDANG BIOLOGI

Posted by ahmad daruri

Al-Jahiz, Ahli Biologi Islam

Al-Jahiz lahir di Basra, Irak pada 781 M. Abu Uthman Amr ibn Bahr al-Kinani al-Fuqaimi al-Basri, nama aslinya. Ahli zoologi terkemuka dari Basra, Irak ini merupakan ilmuwan Muslim pertama yang mencetuskan teori evolusi. Pengaruhnya begitu luas di kalangan ahli zoologi Muslim dan Barat. Jhon William Draper, ahli biologi Barat yang sezaman dengan Charles Darwin pernah berujar, ”Teori evolusi yang dikembangkan umat Islam lebih jauh dari yang seharusnya kita lakukan. Para ahli biologi Muslim sampai meneliti berbagai hal tentang anorganik serta mineral.” Al-Jahiz lah ahli biologi Muslim yang pertama kali mengembangkan sebuah teori evolusi .
Ilmuwan dari abad ke-9 M itu mengungkapkan dampak lingkungan terhadap kemungkinan seekor binatang untuk tetap bertahan hidup. Sejarah peradaban Islam mencatat, Al-Jahiz sebagai ahli biologi pertama yang mengungkapkan teori berjuang untuk tetap hidup (struggle for existence). Untuk dapat bertahan hidup, papar dia, makhluk hidup harus berjuang, seperti yang pernah dialaminya semasa hidup. Beliau dilahirkan dan dibesarkan di keluarga miskin. Meskipun harus berjuang membantu perekonomian keluarga yang morat-marit dengan menjual ikan, ia tidak putus sekolah dan rajin berdiskusi di masjid tentang sains. Beliau bersekolah hingga usia 25 tahun. Di sekolah, Al-Jahiz mempelajari banyak hal, seperti puisi Arab, filsafat Arab, sejarah Arab dan Persia sebelum Islam, serta Al-Qur’an dan hadist.
Al-Jahiz juga merupakan penganut awal determinisme lingkungan. Menurutnya, lingkungan dapat menentukan karakteristik fisik penghuni sebuah komunitas tertentu. Asal muasal beragamnya warna kulit manusia terjadi akibat hasil dari lingkungan tempat mereka tinggal. Berkat teori-teori yang begitu cemerlang, Al-Jahiz pun dikenal sebagai ahli biologi terbesar yang pernah lahir di dunia Islam. Ilmuwan yang amat tersohor di kota Basra, Irak itu berhasil menuliskan kitab Ritab Al-Haywan (Buku tentang Binatang). Dalam kitab itu dia menulis tentang kuman, teori evolusi, adaptasi, dan psikologi binatang. Al-Jahiz pun tercatat sebagai ahli biologi pertama yang mencatat perubahan hidup burung melalui migrasi. Tak cuma itu, pada abad ke-9 M. Al-Jahiz sudah mampu menjelaskan metode memperoleh ammonia dari kotoran binatang melalui penyulingan. Sosok dan pemikiran Al-Jahiz pun begitu berpengaruh terhadap ilmuwan Persia, Al-Qazwini, dan ilmuwan Mesir, Al-Damiri. Karirnya sebagai penulis ia awali dengan menulis artikel. Ketika itu Al-Jahiz masih di Basra. Sejak itu, ia terus menulis hingga menulis dua ratus buku semasa hidupnya.
Pada abad ke-11, Khatib al-Baghdadi menuduh Al-Jahiz memplagiat sebagian pekerjaannya dari Kitab al-Hayawan of Aristotle. Selain al-Hayawan, beliau juga menulis kitab al-Bukhala (Book of Misers or Avarice & the Avaricious), Kitab al-Bayan wa al-Tabyin (The Book of eloquence and demonstration), Kitab Moufakharat al Jawari wal Ghilman (The book of dithyramb of concubines and ephebes), dan Risalat mufakharat al-sudan ‘ala al-bidan (Superiority Of The Blacks To The Whites).
Suatu ketika, pada tahun 816 M ia pindah ke Baghdad. Al-Jahiz meninggal setelah lima puluh tahun menetap di Baghdad pada tahun 869, ketika ia berusia 93 tahun. (Maghriza Novita Syahti/ berbagai sumber)

ILMUAN ISLAM DI BIDANG MATEMATIKA

Posted by ahmad daruri

Ahmad Ibnu Yusuf, Ilmuwan Ahli Matematika Dari Mesir

Ahmad Ibnu Yusuf, mengikuti jejak ayahnya, Yusuf Ibnu Ibrahim, menekuni matematika. Melalui bidang ini, ia kemudian dikenal luas. Nama besarnya sebagai ilmuwan tak hanya didengar di seluruh Mesir, tetapi juga sampai ke Eropa.

Menurut laman  Muslimheritage , Ahmad Ibnu Yusuf merupakan ilmuwan Mesir pertama yang dikenal di dunia internasional dan salah satu ilmuwan Muslim terbesar yang pernah ada. Namun, ilmuwan yang hidup di Mesir pada paruh kedua abad kesembilan ini hampir tak dikenal.

Ahmad dianggap telah mampu merancang dasar-dasar bagi perkembangan matematika modern dan Eropa di abad pertengahan. Ia dikenal pula sebagai Ametus Filius Joseph. Karyanyanya yang terkenal adalah tentang busur yang sama atau  De similibus arcubus .

Buku ini merupakan komentar atas karya Ptolemius, yaitu  Centiloquium . Melalui buku ini, Ahmad membuktikan bahwa busur lingkaran yang serupa bisa sama juga bisa tidak. Buku ini diterjemahkan oleh Plato Tiburtinus.

Terjemahan ini pertama kali dicetak di Venice pada 1493, dengan judul  Incipit liber centum verborum ptholemei cum commento haly. Ahmad menulis buku lainnya, tentang rasio dan proporsi dengan judul  Kitab Al-nisba wal tanasub atau  De proportione et roportionalitate .

Buku ini kemudian membawa pengaruh pemikiran matematika di Eropa di zaman pertengahan melalui Leonardo da Pisa dan Jordanus Nemorarius. Dua buku karya Ahmad ini kemudian diterjemahkan oleh penerjemah terkenal pada abad ke-12, Gerard of Cremona.

Sebagian besar isi dalam buku ini merupakan komentar dan pengembangan  Book Five of Euclid's Elements karya Euclid, ahli matematika dari Yunani. Pemikiran Euclid memang banyak memberikan pengaruh terhadap pemikiran Ahmad.

Buku karya Euclid ini dianggap sebagai buku yang memiliki pengaruh besar dalam sejarah matematika dalam bidang geometri. Karya Euclid ini terdiri atas 13 jilid yang ditulis saat berada di Alexandria, yang berisi definisi, postulat, dalil, dan konstruksi dari proposisi.

Karya Euclid ini, pertama kali dicetak di Venesia pada 1482. Buku ini juga merupakan salah satu karya matematika yang paling awal dicetak setelah ditemukannya mesin cetak. Karya ini juga digunakan sebagai dasar-dasar teks geometri di Barat.

Selain dua buku terkenalnya itu, Ahmad membuat metode untuk menyelesaikan masalah perpajakan. Bahasan yang dilakukannya itu muncul dalam buku Liber Abaci yang membahas aritmatika karya Fibonacci atau Leonardo Pisano, seorang ilmuwan ahli matematika yang berasal dari Italia.

Dalam karya tersebut, Fibonacci memperkenalkan angka-angka Arab dan elemen utama sistem desimal kepada orang-orang Eropa. Dia mempelajari angka-angka Arab tersebut ketika dia tinggal di Afrika Utara dengan ayahnya, Guglielmo Bonaccio.

Karya Ahmad yang berupa metode untuk menyelesaikan masalah perpajakan juga banyak dikutip oleh para ilmuwan lain di bidang matematika, antara lain Bradwardine, Jordanus, dan Pacioli. Ia memiliki pula keahlian dalam bidang astronomi. Tak heran, jika kemudian Ahmad pun memiliki karya dalam bidang astronomi. Ia memberikan gambaran tentang astrolabe. Ini merupakan instrumen yang dimiliki para astronom untuk memperkirakan letak matahari dan planet lainnya serta memperkirakan waktu.

Ada beberapa karya yang dikaitkan dengan dirinya, tak jelas siapa yang menulisnya. Sejumlah catatan menyatakan beberapa karya tersebut merupakan tulisan Ahmad. Namun, ada pula yang menyanggahnya dan menyatakan itu karya bersama Ahmad dan ayahnya.

Ahmad lahir di Baghdad, Irak. Namun, ia bersama ayahnya kemudian pindah ke Damaskus, Suriah, pada 839. Beberapa lama kemudian, keluarganya pindah ke Kairo, Mesir. Tak diketahui secara pasti kapan ia meninggalkan Damaskus dan kemudian menetap di Mesir.

Tak heran jika kemudian di belakang namanya disematkan sebutan al-Misri. Meski tak tahu secara pasti Ahmad pindah ke Mesir, namun sejumlah sejarawan menyatakan kemungkinan ia pindah ke Mesir bersama keluarganya saat ia masih kanak-kanak.

Saat di Kairo, Mesir, Ahmad tumbuh dalam sebuah lingkungan yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Apalagi, ayahnya merupakan ahli matematika, astronomi, dan juga seorang dokter. Ayahnya, dikenal pula sebagai anggota tim yang membuat dan merancang tabel astronomi.

Di sisi lain, ayah Ahmad merupakan bagian dari kelompok ilmuwan terpelajar. Tak heran jika kemudian ia selalu berada dalam lingkungan yang sarat pengetahuan. Ia pun memiliki ketertarikan yang kuat terhadap ilmu pengetahuan.

Ahmad lalu tumbuh menjadi sosok yang selalu haus akan ilmu. Dengan ketekunan dan kerja kerasnya, ia mampu menguasai sejumlah bidang yang juga dikuasai ayahnya. Ia menguasai matematika dan juga astronomi dan menuangkan pemikirannya dalam sejumlah karya.

Selain dikenal sebagai ilmuwan, Ahmad juga memiliki jabatan di pemerintahan, yaitu pada saat Dinasti Tulunid berkuasa di Mesir. Ia menjabat sebagai sekretaris. Ia meninggal dunia pada 912, namun namanya tetap dikenang sebagai ilmuwan besar.

ILMUAN ISLAM DI BIDANG FISIKA

Posted by ahmad daruri

 ''Fisikawan terbesar sepanjang sejarah.'' Begitulah  Charles C Jilispe, editor  Dictionary of Scientyfic Bibliography menjuluki saintis Muslim, al-Khazini. Para sejarawan sains menempatkan saintis kelahiran Bizantium alias Yunani itu dalam posisi yang sangat terhormat.

Betapa tidak, ilmuwan Muslim yang berjaya di abad ke-12 M – tepatnya 1115-1130 M – itu telah memberi kontribusi yang sangat besar bagi perkembangan sains modern, terutama dalam fisika dan astronomi. al-Khazini merupakan saintis Muslim serbabisa yang menguasai astronomi, fisika, biologi, kimia, matematika serta filsafat.

Sederet buah pikir yang dicetuskannya tetap abadi sepanjang zaman. al-Khazini merupakan ilmuwan yang mencetuskan beragam teori penting dalam sains seperti: metode ilmiah eksperimental dalam mekanik; energi potensial gravitasi; perbedaan daya, masa dan berat; serta jarak gravitasi.

"Teori keseimbangan hidrostatis yang dicetuskannya telah mendorong penciptaan peralatan ilmiah. al-Khazini adalah salah seorang saintis terbesar sepanjang masa,'' ungkap Robert E Hall (1973) dalam tulisannya berjudul ''al-Khazini'' yang dimuat dalam A Dictionary of Scientific Biography Volume VII.

Sejatinya, al-Khazini bernama lengkap Abdurrahman al-Khazini. Menurut Irving M Klotz, dalam tulisannya bertajuk "Multicultural Perspectives in Science Education: One Prescription for Failure", sang ilmuwan hidup di abad ke-12 M. ''Dia berasal dari Bizantium atau Yunani,'' tutur Klotz. al-Khazini menjadi budak Dinasti Seljuk Turki, setelah kerajaan Islam itu menaklukkan wilayah kekuasaan Kaisar  Konstantinopel, Romanus IV Diogenes.

Al-Khazini kemudian dibawa ke Merv, sebuah metropolitan terkemuka pada Abad ke-12 M. Merv berada di Persia dan kini Turkmenistan. Sebagai seorang budak, nasib al-Khazini sungguh beruntung. Oleh tuannya yang bernama al-Khazin, ia diberi pendidikan sang sangat baik. Ia diajarkan matematika dan filsafat.

Tak cuma itu, al-Khazini juga dikirimkan untuk belajar pada seorang ilmuwan dan penyair agung dari Persia bernama Omar Khayyam. Dari sang guru, dia mempelajari sastra, metematika, astronomi dan filsafat.  Menurut Boris Rosenfeld (1994) dalam bukunya "Abu'l-Fath Abd al-Rahman al-Khazini, saat itu Omar Khayyam juga menetap di kota Merv.

Berbekal otak yang encer, al-Khazini pun kemudian menjelma menjadi seorang ilmuwan berpengaruh. Ia menjadi seorang matematikus terpandang yang langsung berada di bawah perlindungan, Sultan Ahmed Sanjar,  penguasa Dinasti Seljuk. Sayangnya, kisah dan perjalanan hidup al-Khazini tak banyak terekam dalam buku-buku sejarah.

Salah Zaimeche PhD (2005) dalam bukunya berjudul Merv menuturkan, al-Khazini adalah seorang ilmuwan yang bersahaja. Meski kepandaiannya sangat dikagumi dan berpengaruh, ia tak silau dengan kekayaan. Menurut Zaimeche, al-Khazini sempat menolak dan mengembalikan hadiah sebesar 1.000 keping emas (dinar) dari seorang istri Emir Seljuk.

''Ia hanya merasa cukup dengan uang tiga dinar dalam setahun,'' papar Zaimeche.

Para sejarawan sains mengungkapkan, pemikiran-pemikiran al-Khazini sangat dipengaruhi oleh sejumlah ilmuwan besar seperti Aristoteles, Archimedes, Al-Quhi,  Ibnu Haitham atau Alhacen, al-Biruni serta Omar Khayyam. Selain itu, pemikiran al-Khazini juga sangat berpengaruh bagi pengembangan sains di dunia Barat dan Islam. Salah satu ilmuwan Barat yang banyak terpengaruh al-Khazini adalah Gregory Choniades – astronom Yunani yang meninggal pada abad ke-13 M.

Pemikiran
Salah satu kontribusi penting yang diwarisakan al-Khazini dalam bidang astronomi adalah Tabel Sinjaric. Tabel itu dituliskannya dalam sebuah risalah astronomi bertajuk  az-Zij as-Sanjari. Dalam manuskrip itu, dia menjelaskan jam air 24 jam yang didesain untuk kegunaan astronomi. Inilah salah satu jam astronomi pertama yang dikenal di dunia Islam.

Selain itu, al-Khazini juga menjelaskan tentang  posisi 46 bintang. Risalahnya yang berjudul Al-Khazini's Zij as-Sanjari itu kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Yunani oleh  Gregory Choniades pada abad ke-13 M. Risalah astronomi yang ditulis al-Khazini pun menjadi rujukan para ilmuwan dan pelajar di Kekaisaran Bizantium.

Kontribusi penting lainnya yang diwariskan al-Khazini dalam bidang fisika adalah kitab Mizan al-Hikmah atau Balance of Wisdom. Buku yang ditulisnya pada  1121 M itu mengungkapkan bagian penting fisika Islam. Dalam buku itu, al-Khazini menjelaskan sacara detail pemikiran dan teori yang diciptakannya tentang keseimbangan hidrostatika, konstruksi dan kegunaan, serta teori statika atau ilmu keseimbangan dan  hidrostatika.

Selain menjelaskan pemikirannya tentang teori-terori itu, al-Khazani juga menguraikan perkembangan ilmu itu dari para pendahulu serta ilmuwan yang sezaman dengannya. Dalam bukunya itu, al-Khazini juga menjelaskan beberapa peralatan yang diciptakan ilmuwan pendahulunya seperti araeometer buatan Pappus serta  pycnometer flask yang diciptakan al-Biruni.

Buku itu dinilai Nasr sebagai sebuah karya ilmiah Muslim yang paling esensial tentang mekanika dan hidrostatika, dan terutama studi mengenai pusat gravitasi. Dalam buku itu pula, al-Khazini mengupas prinsip keseimbangan hidrostatis dengan tingkat ketelitian obyek sampai ukuran mikrogram (10-6 gr), suatu level ketelitian yang menurut K Ajram  dalam The Miracle of Islamic Science  hanya tercapai pada abad ke 20 M.

Al-Biruni and al-Khazini merupakan dua ilmuwan Muslim yang pertama kali mengembangkan metode ilmiah dalam bidang ilmu keseimbangan atau statika dan dinamika. Metode itu dikembangkan untuk menentukan berat yang didasarkan pada teori kesembangan dan berat. Al-Khazini dan ilmuwan pendahulunya menyatukan ilmu statika dan dinamika ke dalam ilmu baru bernama mekanika.

Selain itu, mereka juga menggabungkan ilmu hidrostatika dengan dinamika sehingga melahirkan ilmu baru bernama hidrodinamika. Mereka juga menerapkan teori rasio matematika dan teknik infinitesimal  serta memperkenlkan aljabar dan teknik penghitunang ke dalam statika.  Al-Khazini dan ilmuwan Muslim lainnya juga merupakan yang pertama mengeneralisasi teori pusat gravitasi dan mereka adalah yang pertama kali menerapkannya ke dalam benda tiga dimensi.
Para ilmuwan Muslim, salah satunya al-Khazini telah melahirkan ilmu gravitasi  yang kemudian berkembang di Eropa.  Al-Khazini telah berjasa dalam meletakkan fondasi bagi pengembangan mekanika klasik di era Renaisans Eropa.

Al-Khazini wafat pada abad ke-12 M. Meski begitu, pemikiran-pemikiran yang telah diwariskannya bagi peradaban dunia hingga kini masih tetap abadi dan dikenang. heri ruslan/desy susilawati


Sumbangan Sang Ilmuwan

Al-Khazini sungguh luar biasa. Ilmuwan Muslim dari abad ke-12 M itu tak hanya mencetuskan sejumlah teori penting dalam fisika dan astronomi. Namun, dia juga berhasil menciptakan sejumlah peralatan penting untuk penelitian dan pengembangan astronomi. Ia berhasil menemukan sekitar tujuh peralatan ilmiah yang terbilang sangat penting.

Ketujuh peralatan yang diciptakannya itu dituliskannya dalam Risala fi'l-alat atau Manuskrip tentang Peralatan. Ketujuh alat yang diciptakannya itu adalah triquetrum, dioptra, perlatan segi tiga, quadran dan sektan, astrolab serta peralatan asli tentang refleksi.

Selain berjasa mengembangkan fisika dan astronomi, al-Khazimi juga turut membesarkan ilmu kimia dan biologi. Secara khusus, dia menulis tentang evolusi dalam kimia dan biologi. Dia membandingkan transmutasi unsur dengan transmutasi spesies.

Secara khusus, al-Khazini juga meneliti dan menjelaskan definisi ''berat''. Menurut dia,  berat merupakan gaya yang inheren dalam tubuh benda-benda padat yang mnenyebabkan mereka bergerak, dengan sendirinya, dalam suatu garis lurus terhadap pusat bumi dan terhadap pusat benda itu sendiri.  Gaya ini pada gilirannya akan tergantung dari kerapatan benda yang bersangkutan.

Al-Khazini juga mempunyai gagasan mengenai pengaruh temperatur terhadap kerapatan, dan tabel-tabel berat spesifiknya umumnya tersusun dengan cermat. Sebelum Roger Bacon menemukan dan membuktikan suatu hipotesis tentang kerapatan air saat ia berada dekat pusat bumi, al-Khazini lebih dahulu telah mendalaminya.

Al-Khazini pun telah banyak melakukan observasi mengenai kapilaritas dan menggunakan aerometer untuk kerapatan dan yang berkenaan dengan temperatur zat-zat cair, teori tentang tuas (pengungkit) serta penggunaan neraca untuk bangunan-bangunan dan untuk pengukuran waktu

ILMUAN ISLAM DI BIDANG KIMIA

Posted by ahmad daruri

Ilmu kimia di kemudian hari berkembang sangat pesat dan dikenal banyak orang. Tapi, hanya sedikit yang tahu siapa sejatinya orang pertama yang menemukan ilmu eksakta tersebut. Adalah Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815 H), ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia tadi.
Lahir di kota peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal dengan nama Ibnu Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber. Ayahnya, seorang penjual obat, meninggal sebagai 'syuhada' demi penyebaran ajaran Syi'ah. Jabir kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah, Khalid Ibnu Yazid Ibnu Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga pernah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan Harun Al Rasyid.
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama, tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. "Sesudah ilmu kedokteran, astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di bidang kimia," tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The Arabs. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
Dalam karirnya, ia pernah bekerja di laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Pada masamasa inilah, ia banyak mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru di sekitar kimia. Berbekal pengalaman dan pengetahuannya itu, sempat beberapa kali ia mengadakan penelitian soal kimia. Namun, penyelidikan secara serius baru ia lakukan setelah umurnya menginjak dewasa.
Dalam penelitiannya itu, Jabir mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir mempunyai kebiasaan yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap eksperimen. Antara lain dengan penjelasan : “Saya pertamakali mengetahuinya dengan melalui tangan dan otak saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam “. 
Dari Damaskus ia kembali ke kota kelahirannya, Kuffah. Setelah 200 tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah dilakukan untuk pembuatan jalan, laboratoriumnya yang telah punah, ditemukan. Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan sebatang emas yang cukup berat.
Teori Jabir
Pada perkembangan berikutnya, Jabir Ibnu Hayyan membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi, pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi, dan oksidasi-reduksi.
Semua ini telah ia siapkan tekniknya, praktis hampir semua 'technique' kimia modern. Ia membedakan antara penyulingan langsung yang memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai bejana kering. Dialah yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan melalui proses penyulingan.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata kembali dengan metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan, sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran.
Setelah itu, papar Jabir, memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap tidak berubah sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya dengan terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia Barat.
Namun demikian, Jabir tetap saja seorang yang tawadlu' dan berkepribadian mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika lainnya, Jabir memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta. Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa yang wajar," tulis Robert Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses pertama penguraian logam yang dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata Mesir, mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya, sehingga mirip dengan proses pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya sangat dirahasiakan, dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir bin Hayyan menjadi terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan, dan diorganisasikan dengan bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang kimia adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar. Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai 'Bapak Ilmu Kimia Modern' oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff, bahkan disebutkan, jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di daratan Eropa, maka carilah langsung ke karyakarya Jabir Ibnu Hayyan.
Puaskah Jabir? Tidak! Ia terus mengembangkan keilmuannya sampai batas tak tertentu. Dalam hal teori keseimbangan misalnya, diakui para ilmuwan modern sebagai terobosan baru dalam prinsip dan praktik alkemi dari masa sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana Jabir berusaha mengkaji keseimbangan kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi zat-zat berdasarkan sistem numerologi (studi mengenai arti klenik dari sesuatu dan pengaruhnya atas hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan dengan alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai hasil dari reaktan yang bereaksi. Sistem ini niscaya memiliki arti esoterik, karena kemudian telah menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses pembuatan asam anorganik oleh Jabir telah memberikan arti penting dalam sejarah kimia. Di antaranya adalah hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium nitrat dan asam sulferik. Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu eksperimen kimia yang merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses industrial. Penguraian beberapa asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya berjudul Sandaqal-Hikmah  (Rongga Dada Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa yang sampai pada zaman Renaissance. Korpus studi kimia Jabir mencakup penguraian metode dan peralatan dari pelbagai pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada zamannya. Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul SummaPerfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini mengenai reaksi kimia adalah: "Air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur) bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya secara lengkap. Yang benar adalah bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik alaminya, dan segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu berinteraksi dan bercampur, sedemikian rupa sehingga tidak mungkin membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan bagianbagian terkecil dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan tampak bahwa tiap elemen (unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya. Hasilnya adalah suatu kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan keterkaitan permanen tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur."
Ide-ide eksperimen Jabir itu sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian zat kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia berdasarkan unsur-unsurnya:
  1. Air (spirits), yakni yang mempengaruhi penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan amonium klorida, 
  2. Metal, seperti pada emas, perak, timah, tembaga, besi, dan 
  3. Bahan campuran, yang dapat dikonversi menjadi semacam bubuk.
Sampai abad pertengahan risalah-risalah Jabir di bidang ilmu kimia --termasuk kitabnya yang masyhur, yakni Kitab Al-Kimya dan Kitab Al Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Terjemahan Kitab Al Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert Chester pada 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy. Sementara buku kedua Kitab Al Sab'een, diterjemahkan oleh Gerard Cremona.
Berikutnya di tahun 1678, ilmuwan Inggris lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan judul Summa of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di Eropa selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi pengaruh pada evolusi ilmu kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan adalah; Kitab al Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir diterjemahkan oleh Berthelot). "Di dalamnya kita menemukan pandangan yang sangat mendalam mengenai metode riset kimia," tulis George Sarton. Dengan prestasinya itu, dunia ilmu pengetahuan modern pantas 'berterima kasih' padanya.

ILMUAN ISLAM

Posted by ahmad daruri

Ibnu Batuta

Abu Abdullah Muhammad bin Battutah (24 Februari 1304 - 1368 atau 1377) adalah seorang pengembara Berber Maroko. Atas dorongan Sultan Maroko, Ibnu Batutah mendiktekan beberapa perjalanan pentingnya kepada seorang sarjana bernama Ibnu Juzay, yang ditemuinya ketika sedang berada di Iberia. Meskipun mengandung beberapa kisah fiksi, Rihlah merupakan catatan perjalanan dunia terlengkap yang berasal dari abad ke-14.
Hampir semua yang diketahui tentang kehidupan Ibnu Batutah datang dari dirinya sendiri.

Meskipun dia mengiklankan bahawa hal-hal yang diceritakannya adalah apa yang dia lihat atau dia alami, kita tak bisa tahu kebenaran dari cerita tersebut. Lahir di Tangier, Maroko antara tahun 1304 dan 1307, pada usia sekitar dua puluh tahun Ibnu Batutah berangkat haji -- ziarah ke Mekah. Setelah selesai, dia melanjutkan perjalanannya hingga melintasi 120.000 kilometer sepanjang dunia Muslim (sekitar 44 negara modern).

Perjalanannya ke Mekah melalui jalur darat, menyusuri pantai Afrika Utara hingga tiba di Kairo. Pada titik ini ia masih berada dalam wilayah Mamluk, yang relatif aman. Jalur yang umu digunakan menuju Mekah ada tiga, dan Ibnu Batutah memilih jalur yang paling jarang ditempuh: pengembaraan menuju sungai Nil, dilanjutkan ke arah timur melalui jalur darat menuju dermaga Laut Merah di 'Aydhad. Tetapi, ketika mendekati kota tersebut, ia dipaksa untuk kembali dengan alasan pertikaian lokal.

Kembail ke Kairo, ia menggunakan jalur kedua, ke Damaskus (yang selanjutnya dikuasai Mamluk), dengan alasan keterangan/anjuran seseorang yang ditemuinya di perjalanan pertama, bahwa ia hanya akan sampai di Mekah jika telah melalui Suriah. Keuntungan lain ketika memakai jalur pinggiran adalah ditemuinya tempat-tempat suci sepanjang jalur tersebut -- Hebron, Yerusalem, dan Betlehem, misalnya -- dan bahwa penguasa Mamluk memberikan perhatian khusus untuk mengamankan para peziarah.

Setelah menjalani Ramadhan di Damaskus, Ibnu Batutah bergabung dengan suatu rombongan yang menempuh jarak 800 mil dari Damaskus ke Madinah, tempat dimakamkannya Muhammad. Empat hari kemudian, dia melanjutkan perjalanannya ke Mekah. Setelah melaksanakan rangkaian ritual haji, sebagai hasil renungannya, dia kemudian memutuskan untuk melanjutkan mengembara. Tujuan selanjutnya adalah Il-Khanate (sekarang Iraq dan Iran.
Dengan cara bergabung dengan suatu rombongan, dia melintasi perbatasan menuju Mesopotamia dan mengunjungi najaf, tempat dimakamkannya khalifah keempat Ali. Dari sana, dia melanjutkan ke Basrah, lalu Isfahan, yang hanya beberapa dekade jaraknya dengan penghancuran oleh Timur. Kemudian Shiraz dan Baghdad (Baghdad belum lama diserang habis-habisan oleh Hulagu Khan).

Di sana ia bertemu Abu Sa'id, pemimpin terakhir Il-Khanate. Ibnu Batutah untuk sementara mengembara bersama rombongan penguasa, kemudian berbelok ke utara menuju Tabriz di Jalur Sutra. Kota ini merupakan gerbang menuju Mongol, yang merupakan pusat perdagangan penting.

Setelah perjalanan ini, Ibnu Batutah kembali ke Mekah untuk haji kedua, dan tinggal selama setahun sebelum kemudian menjalani pengembaraan kedua melalui Laut Merah dan pantai Afrika Timur. Persinggahan pertamanya adalah Aden, dengan tujuan untuk berniaga menuju Semenanjung Arab dari sekitar Samudera Indonesia. Akan tetapi, sebelum itu, ia memutuskan untuk melakukan petualangan terakhir dan mempersiapkan suatu perjalanan sepanjang pantai Afrika.

Menghabiskan sekitar seminggu di setiap daerah tujuannya, Ibnu Batutah berkunjung ke Ethiopia, Mogadishu, Mombasa, Zanzibar, Kilwa, dan beberapa daerah lainnya. Mengikuti perubahan arah angin, dia bersama kapal yang ditumpanginya kembali ke Arab selatan. Setelah menyelesaikan petualangannya, sebelum menetap, ia berkunjung ke Oman dan Selat Hormuz. Setelah selesai, ia berziarah ke Mekah lagi.

Setelah setahun di sana, ia memutuskan untuk mencari pekerjaan di kesultanan Delhi. Untuk keperluan bahasa, dia mencari penterjemah di Anatolia. Kemudian di bawah kendali Turki Saljuk, ia bergabung dengan sebuah rombongan menuju India. Pelayaran laut dari Damaskus mendaratkannya di Alanya di pantai selatan Turki sekarang. Dari sini ia berkelana ke Konya dan Sinope di pantai Laut Hitam.

Setelah menyeberangi Laut Hitam, ia tiba di Kaffa, di Crimea, dan memasuki tanah Golden Horde. Dari sana ia membeli kereta dan bergabung dengan rombongan Ozbeg, Khan dari Golden Horde, dalam suatu perjalanan menuju Astrakhan di Sungai Volga.



Ibnu Sinna

Ibnu Sina merupakan doktor Islam yang terulung. Sumbangannya dalam bidang perubatan bukan sahaja diperakui oleh dunia Islam tetapi juga oleh para sarjana Barat. Nama sebenar Ibnu Sina ialah Abu Ali al-Hussian Ibnu Abdullah. Tetapi di Barat, beliau lebih dikenali sebagai Avicenna.

Ibnu Sina dilahirkan pada tahun 370 Hijrah bersamaan dengan 980 Masihi. Pengajian peringkat awalnya bermula di Bukhara dalam bidang bahasa dan sastera. Selain itu, beliau turut mempelajari ilmu-ilmu lain seperti geometri, logik, matematik, sains, fiqh, dan perubatan.

Walaupun Ibnu Sina menguasai pelbagai ilmu pengetahuan termasuk falsafah tetapi beliau lebih menonjol dalam bidang perubatan sama ada sebagai seorang doktor ataupun mahaguru ilmu tersebut.

Ibnu Sina mula menjadi terkenal selepas berjaya menyembuhkan penyakit Putera Nub Ibn Nas al-Samani yang gagal diubati oleh doktor yang lain. Kehebatan dan kepakaran dalam bidang perubatan tiada tolok bandingnya sehingga beliau diberikan gelaran al-Syeikh al-Rais (Mahaguru Pertama).

Kemasyhurannya melangkaui wilayah dan negara Islam. Bukunya Al Qanun fil Tabib telah diterbitkan diRom pada tahun 1593 sebelum dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggeris dengan judul Precepts of Medicine. Dalam jangka masa tidak sampai 100 tahun, buku itu telah dicetak ke dalam 15 buah bahasa. Pada abad ke-17, buku tersebut telah dijadikan sebagai bahan rujukan asas diuniversiti-universiti Itali dan Perancis. Malahan sehingga abad ke-19, bukunya masih diulang cetak dan digunakan oleh para pelajar perubatan.

Ibnu Sina juga telah menghasilkan sebuah buku yang diberi judul Remedies for The Heart yang mengandungi sajak-sajak perubatan. Dalam buku itu, beliau telah menceritakan dan menghuraikan 760 jenis penyakit bersama dengan cara untuk mengubatinya. Hasil tulisan Ibnu Sina sebenarnya tidak terbatas kepada ilmu perubatan sahaja. Tetapi turut merangkumi bidang dan ilmu lain seperti metafizik, muzik, astronomi, philologi (ilmu bahasa), syair, prosa, dan agama.

Penguasaannya dalam pelbagai bidang ilmu itu telah menjadikannya seorang tokoh sarjana yang serba boleh. Beliau tidak sekadar menguasainya tetapi berjaya mencapai tahap zenith iaitu puncak kecemerlangan tertinggi dalam bidang yang diceburinya.

Di samping menjadi zenith dalam bidang perubatan, Ibnu Sina juga menduduki ranking yang tinggi dalam bidang ilmu logik sehingga digelar guru ketiga. Dalam bidang penulisan, Ibnu Sina telah menghasilkan ratusan karya termasuk kumpulan risalah yang mengandungi hasil sastera kreatif.

Perkara yang lebih menakjubkan pada Ibnu Sina ialah beliau juga merupakan seorang ahli falsafah yang terkenal. Beliau pernah menulis sebuah buku berjudul al-Najah yang membicarakan persoalan falsafah. Pemikiran falsafah Ibnu Sina banyak dipengaruhi oleh aliran falsafah al-Farabi yang telah menghidupkan pemikiran Aristotle. Oleh sebab itu, pandangan perubatan Ibnu Sina turut dipengaruhi oleh asas dan teori perubatan Yunani khususnya Hippocrates.

Perubatan Yunani berasaskan teori empat unsur yang dinamakan humours iaitu darah, lendir (phlegm), hempedu kuning (yellow bile), dan hempedu hitam (black bile). Menurut teori ini, kesihatan seseorang mempunyai hubungan dengan campuran keempat-empat unsur tersebut. Keempat-empat unsur itu harus berada pada kadar yang seimbang dan apabila keseimbangan ini diganggu maka seseorang akan mendapat penyakit.

Setiap individu dikatakan mempunyai formula keseimbangan yang berlainan. Meskipun teori itu didapati tidak tepat tetapi telah meletakkan satu landasan kukuh kepada dunia perubatan untuk mengenal pasti punca penyakit yang menjangkiti manusia. Ibnu Sina telah menapis teori-teori kosmogoni Yunani ini dan mengislamkannya.

Ibnu Sina percaya bahawa setiap tubuh manusia terdiri daripada empat unsur iaitu tanah, air, api, dan angin. Keempat-empat unsur ini memberikan sifat lembap, sejuk, panas, dan kering serta sentiasa bergantung kepada unsur lain yang terdapat dalam alam ini. Ibnu Sina percaya bahawa wujud ketahanan semula jadi dalam tubuh manusia untuk melawan penyakit. Jadi, selain keseimbangan unsur-unsur yang dinyatakan itu, manusia juga memerlukan ketahanan yang kuat dalam tubuh bagi mengekalkan kesihatan dan proses penyembuhan.

Pengaruh pemikiran Yunani bukan sahaja dapat dilihat dalam pandangan Ibnu Sina mengenai kesihatan dan perubatan, tetapi juga bidang falsafah. Ibnu Sina berpendapat bahawa matematik boleh digunakan untuk mengenal Tuhan. Pandangan seumpama itu pernah dikemukakan oleh ahli falsafah Yunani seperti Pythagoras untuk menghuraikan mengenai sesuatu kejadian. Bagi Pythagoras, sesuatu barangan mempunyai angka-angka dan angka itu berkuasa di alam ini. Berdasarkan pandangan itu, maka Imam al-Ghazali telah menyifatkan fahaman Ibnu Sina sebagai sesat dan lebih merosakkan daripada kepercayaan Yahudi dan Nasrani.

Sebenarnya, Ibnu Sina tidak pernah menolak kekuasaan Tuhan. Dalam buku An-Najah, Ibnu Sina telah menyatakan bahawa pencipta yang dinamakan sebagai "Wajib al-Wujud" ialah satu. Dia tidak berbentuk dan tidak boleh dibahagikan dengan apa-apa cara sekalipun. Menurut Ibnu Sina, segala yang wujud (mumkin al-wujud) terbit daripada "Wajib al-Wujud" yang tidak ada permulaan.

Tetapi tidaklah wajib segala yang wujud itu datang daripada Wajib al-Wujud sebab Dia berkehendak bukan mengikut kehendak. Walau bagaimanapun, tidak menjadi halangan bagi Wajib al-Wujud untuk melimpahkan atau menerbitkan segala yang wujud sebab kesempurnaan dan ketinggian-Nya.

Pemikiran falsafah dan konsep ketuhanannya telah ditulis oleh Ibnu Sina dalam bab "Himah Ilahiyyah" dalam fasal "Tentang adanya susunan akal dan nufus langit dan jirim atasan.

Pemikiran Ibnu Sina ini telah rnencetuskan kontroversi dan telah disifatkan sebagai satu percubaan untuk membahaskan zat Allah. Al-Ghazali telah menulis sebuah buku yang berjudul Tahafat al'Falasifah (Tidak Ada Kesinambungan Dalam Pemikiran Ahli Falsafah) untuk membahaskan pemikiran Ibnu Sina dan al-Farabi.

Antara percanggahan yang diutarakan oleh al-Ghazali ialah penyangkalan terhadap kepercayaan dalam keabadian planet bumi, penyangkalan terhadap penafian Ibnu Sina dan al-Farabi mengenai pembangkitan jasad manusia dengan perasaan kebahagiaan dan kesengsaraan di syurga atau neraka.

Walau apa pun pandangan yang dikemukakan, sumbangan Ibnu Sina dalam perkembangan falsafah Islam tidak mungkin dapat dinafikan. Bahkan beliau boleh dianggap sebagai orang yang bertanggungjawab menyusun ilmu falsafah dan sains dalam Islam. Sesungguhnya, Ibnu Sina tidak sahaja unggul dalam bidang perubatan tetapi kehebatan dalam bidang falsafah mengatasi gurunya sendiri iaitu al-Farabi.



Al-Farabi

Digelar Aristotle kedua.

Tulisan ahli falsafah Yunani seperti Plato dan Aristotle mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemikiran ahli falsafah Islam. Salah seorang ahli falsafah Islam yang terpengaruh dengan pemikiran kedua tokoh tersebut ialah Al-Farabi.

Nama sebenarnya Abu Nasr Muhammad Ibnu Muhammad Ibnu Tarkhan Ibnu Uzlaq Al Farabi. Beliau lahir pada tahun 874M (260H) di Transoxia yang terletak dalam Wilayah Wasij di Turki. Bapanya merupakan seorang anggota tentera yang miskin tetapi semua itu tidak menghalangnya daripada mendapat pendidikan di Baghdad. Beliau telah mempelajari bahasa Arab di bawah pimpinan Ali Abu Bakr Muhammad ibn al-Sariy.

Selepas beberapa waktu, beliau berpindah ke Damsyik sebelum meneruskan perjalanannya ke Halab. Semasa di sana, beliau telah berkhidmat di istana Saif al-Daulah dengan gaji empat dirham sehari. Hal ini menyebabkan dia hidup dalam keadaan yang serba kekurangan.

Al-Farabi terdidik dengan sifat qanaah menjadikan beliau seorang yang amat sederhana, tidak gilakan harta dan cintakan dunia. Beliau lebih menumpukan perhatian untuk mencari ilmu daripada mendapatkan kekayaan duniawi. Sebab itulah Al-Farabi hidup dalam keadaan yang miskin sehingga beliau menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 950M (339H).

Walaupun Al-Farabi merupakan seorang yang zuhud tetapi beliau bukan seorang ahli sufi. Beliau merupakan seorang ilmuwan yang cukup terkenal pada zamannya. Dia berkemampuan menguasai pelbagai bahasa.

Selain itu, dia juga merupakan seorang pemuzik yang handal. Lagu yang dihasilkan meninggalkan kesan secara langsung kepada pendengarnya. Selain mempunyai kemampuan untuk bermain muzik, beliau juga telah mencipta satu jenis alat muzik yang dikenali sebagai gambus.

Kemampuan Al-Farabi bukan sekadar itu, malah beliau juga memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dalam bidang perubatan, sains, matematik, dan sejarah. Namun, keterampilannya sebagai seorang ilmuwan yang terulung lebih dalam bidang falsafah. Bahkan kehebatannya dalam bidang ini mengatasi ahli falsafah Islam yang lain seperti Al-Kindi dan Ibnu Rusyd.

Dalam membicarakan teori politiknya, beliau berpendapat bahawa akal dan wahyu adalah satu hakikat yang padu. Sebarang percubaan dan usaha untuk memisahkan kedua-dua elemen tersebut akan melahirkan sebuah negara yang pincang serta masyarakat yang kacau-bilau. Oleh itu, akal dan wahyu perlu dijadikan sebagai dasar kepada pembinaan sebuah negara yang kuat, stabil serta makmur.

Al-Farabi banyak mengkaji mengenai falsafah dan teori Socrates, Plato, dan Aristotle dalam usahanya untuk menghasilkan teori serta konsep mengenai kebahagiaan. Maka tidak hairanlah, Al-Farabi dikenali sebagai orang yang paling memahami falsafah Aristotle. Dia juga merupakan seorang yang terawal menulis mengenai ilmu logik Yunani secara teratur dalam bahasa Arab.

Meskipun pemikiran falsafahnya banyak dipengaruhi oleh falsafah Yunani tetapi beliau menentang pendapat Plato yang menganjurkan konsep pemisahan dalam kehidupan manusia.
Menurut Al-Farabi, seorang ahli falsafah tidak seharusnya memisahkan dirinya daripada sains dan politlk. Sebaliknya perlu menguasai kedua-duanya untuk menjadi seorang ahli falsafah yang sempurna.

Tanpa sains, seorang ahli falsafah tidak mempunyai cukup peralatan untuk diekspolitasikan untuk kepentingan orang lain. Justeru, seorang ahli falsafah yang tulen tidak akan merasai sebarang perbezaan di antaranya dengan pemerintah yang tertinggi kerana keduanya merupakan komponen yang saling lengkap melengkapi. Dalam hal ini beliau mencadangkan agar diwujudkan sebuah negara kebajikan yang diketuai oleh ahli falsafah.

Pandangan falsafahnya yang kritikal telah meletakkannya sebaris dengan ahli falsafah Yunani yang lain. Dalam kalangan ahli falsafah Islam, beliau juga dikenali sebagai Aristotle kedua. Bagi Al-Farabi, ilmu segala-galanya dan para ilmuwan harus diletakkan pada kedudukan yang tertinggi dalam pemerintahan sesebuah negara.

Pandangan Al-Farabi ini sebenarnya mempunyai persamaan dengan falsafah dan ajaran Confucius yang meletakkan golongan ilmuwan pada tingkat hierarki yang tertinggi di dalam sistem sosial sesebuah negara.

Di samping itu, Al-Farabi juga mengemukakan banyak pandangan yang mendahului zamannya. Antaranya beliau menyatakan bahawa keadilan itu merupakan sifat semula jadi manusia, manakala pertarungan yang berlaku antara manusia merupakan gejala sifat semula jadi tersebut.

Pemikiran, idea, dan pandangan Al-Farabi mengenai falsafah politik terkandung dalam karyanya yang berjudul "Madinah al-Fadhilah". Perbicaraan mengenai ilmu falsafah zaman Yunani dan falsafah Plato serta Aristotle telah disentuhnya dalam karya " Ihsa* al-Ulum" dan "Kitab al-Jam".

Terdapat dua buku tidak dapat disiapkan oleh Al-Farabi di zamannya. Buku-buku itu ialah "Kunci Ilmu" yang disiapkan oleh anak muridnya yang bernama Muhammad Al Khawarismi pada tahun 976M dan "Fihrist Al-Ulum" yang diselesaikan oleh Ibnu Al-Nadim pada tahun 988M.

Al-Farabi juga telah menghasilkan sebuah buku yang mengandungi pengajaran dan teori muzik Islam, yang diberikan judul "Al-Musiqa" dan dianggap sebagai sebuah buku yang terpenting dalam bidang berkenaan.

Sebagai seeorang ilmuwan yang tulen, Al-Farabi turut memperlihatkan kecenderungannya menghasilkan beberapa kajian dalam bidang perubatan. Walaupun kajiannya dalam bidang ini tidak menjadikannya masyhur tetapi pandangannya telah memberikan sumbangan yang cukup bermakna terhadap perkembangan ilmu perubatan di zamannya.

Salah satu pandangannya yang menarik ialah mengenai betapa jantung adalah lebih penting berbanding otak dalam kehidupan manusia. Ini disebabkan jantung memberikan kehangatan kepada tubuh sedangkan otak hanya menyelaraskan kehangatan itu menurut keperluan anggota tubuh badan.

Sesungguhnya Al-Farabi merupakan seorang tokoh falsafah yang serba boleh. Banyak daripada pemikirannya masih relevan dengan perkembangan dan kehidupan manusia hari ini. Sementelahan itu, pemikirannya mengenai politik dan negara banyak dikaji serta dibicarakan di peringkat universiti bagi mencari penyelesaian dan sintesis terhadap segala kemelut yang berlaku pada hari ini.